Penambahan utang luar negeri ( ULN) selalu jadi polemik di Tanah Air. Selama ini, utang jadi jalan keluar untuk mengatasi defisit APBN. Baru baru ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 yang tercatat sebesar 417,5 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 5.803,2 triliun (kurs Rp 13.900 per dollar AS).

Posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 tercatat lebih tinggi dibandingkan akhir kuartal III yang sebesar 413,4 miliar dollar AS. Besaran utang itu terdiri dari utang luar negeri sektor pemerintah dan bank sentral, sebesar 209,2 miliar dollar AS atau Rp 2.907 triliun dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar 208,3 miliar dollar AS atau Rp 2.895 triliun. Namun yang perlu diketahui, selain utang luar negeri, pemerintah Indonesia juga memiliki utang dari dalam negeri yang berasal dari penerbitan obligasi surat berharga negara. Secara keseluruhan utang pemerintah saat ini yakni sebesar Rp 6.074 triliun.

Berikut ini perbandingan utang luar negeri pemerintah Indonesia antara pemerintahan Presiden Jokowi dengan dua periode Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ( SBY) seperti dirangkum pada Rabu (17/2/2021). Mengutip data yang dirilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, utang luar negeri pemerintah Indonesia per 31 Desember 2004 adalah sebesar 68,57 miliar dollar AS. Baca juga: 2 Periode Jokowi, Utang Luar Negeri RI Bertambah Rp 1.721 Triliun

Di periode pertama Presiden SBY, utang pemerintah Indonesia dari luar negeri memang mengalami pasang surut. Pada 31 Desember 2005, utang pemerintah Indonesia turun menjadi 63,09 miliar dollar AS. Lalu pada tahun 2006 utang pemerintah menjadi 62,03 miliar dollar AS, tahun 2007 menjadi 62,25 miliar dollar AS, dan tahun 2008 menjadi 65,44 miliar dollar AS. Lalu sampai pada 31 Maret 2009 atau menjelang berakhirnya periode pertama pemerintahan Presiden SBY, utang pemerintah Indonesia menjadi 63,20 miliar dollar AS.

Yang jadi catatan, besaran utang yang dirilis Kemenkeu tersebut tak memasukan utang luar negeri yang berasal dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) valuta asing (valas). Utang luar negeri pemerintah di periode kedua Presiden SBY mengalami kenaikan signifikan. Mengacu pada data yang dirilis Bank Indonesia pada triwulan III 2014 atau menjelang berakhirnya periode kedua Presiden SBY, utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar 292 miliar dollar AS.

Rinciannya, utang pemerintah dan BI sebesar 132 miliar dollar AS dan utang dari sektor swasta termasuk BUMN sebesar 159,3 miliar dollar AS. Dengan utang sebesar itu, masih menurut BI, rasio utang terhadap PDB yakni 34,68 persen. Jika dirunut dari tahun ke tahun, utang luar negeri Indonesia di dua periode Presiden Jokowi juga terus melonjak. Membengkaknya utang luar negeri Indonesia di era Presiden Jokowi ini tercatat sudah terjadi sebelum pandemi virus corona (Covid 19).

Di awal periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi atau saat masih bersama JK atau pada akhir kuartal IV 2014, posisi ULN Indonesia yang ditarik pemerintah dan BI adalah sebesar 129,7 miliar dollar AS (44,3 persen dari total ULN). Berikutnya pada triwulan IV 2019 atau dimulainya periode kedua Presiden Jokowi, utang luar negeri yang berasal dari pemerintah dan BI tercatat sebesar 202,9 miliar dollar AS. Terbaru, BI melaporkan utang luar negeri Indonesia dari pemerintah dan bank sentral pada akhir kuartal IV 2020 tercatat 209,2 miliar dollar AS atau sekutar Rp 2.907 triliun.

Rasio utang terhadap PDB di akhir triwulan IV 2020 yang tetap terjaga di kisaran 39,4 persen, meskipun meningkat dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 38,1 persen. Pada November tahun lalu, pemerintah Indonesia juga baru saja menarik utang cukup besar dalam bentuk utang bilateral. Rinciannya sebesar Rp 15,45 triliun dari Australia dan Rp 9,1 triliun dari Jerman. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyatakan pemerintah menetapkan langkah langkah dengan mengutamakan prinsip kehati hatian sehingga kontraksi ekonomi cukup moderat dan defisit APBN sebesar 6 persen, juga relatif lebih kecil dibanding negara lain yang di atas 10 persen.

Ia menjelaskan defisit yang semakin tinggi menunjukkan utang yang dimiliki juga semakin banyak seperti defisit negara maju yakni Amerika Serikat (AS) mendekati 15 persen dan Perancis 10,8 persen. “Ini artinya apa? negara negara ini hanya dalam satu tahun utang negaranya melonjak lebih dari 10 persen sementara Indonesia tetap bisa terjaga di kisaran 6 persen,” jelas Sri Mulyani. Tak hanya itu, ia menyebutkan banyak negara maju yang utang pemerintahnya telah melampaui nilai Produk Domestik Bruto (PDB) seperti AS sekitar 103 persen, Perancis lebih dari 118 persen, Jerman 72 persen dari PDB, China hampir 66 persen, dan India mendekati 90 persen.

Sementara itu, Indonesia juga mengalami kenaikan utang, namun rasio terhadap PDB di kisaran 38,5 persen sehingga masih dalam posisi prudent dibandingkan negara maju dan ASEAN seperti Malaysia 66 persen, Singapura 131 persen, Filipina 54,8 persen dan Thailand 50 persen. “Kita perkirakan (utang Indonesia) akan mendekati 40 persen dari PDB namun sekali lagi Indonesia masih relatif dalam posisi yang cukup hati hati atau prudent,” tegas Sri Mulyani. Sebagai informasi, dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah di angka 60 persen.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *